Kamis, 09 Oktober 2008

Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Nama Baik
Bagi Korban Salah Tangkap dalam KUHAP
Oleh : Veronika Oxtafia, SH & Yudistari, SH
I. Ganti Kerugian
A. Pengertian Ganti Kerugian
Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang (pasal 1 butir 22 KUHAP).
Ganti kerugian ini tidak hanya dihubungkan dengan pasal 1 butir ke 22 KUHAP saja, tetapi juga dihubungkan dengan pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, sehingga meliputi tindakan lain seperti kerugian yang ditimbulkan karena pemasukan rumah, penggeledahan, dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan yang lebh lama daripada pidana yang dijatuhkan (Penjelasan Pasal 95 ayat (1) KUHAP). Selain itu Ganti Kerugian dapat juga dimintakan jika terjadi penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (Pasal 77 huruf b KUHAP)

B. Unsur-Unsur Ganti Kerugian
1. adanya kerugian yang diakibatkan oleh :
- tindakan penangkapan yang tidak sah
- tindakan penahanan yang tidak sah
- pemasukan rumah yang tidak sah menurut hukum
- penggeledahan yang tidak sah menurut hukum
- penyitaan yang tidak sah menurut hukum
- penghentian penyidikan atau penuntutan yang tidak sah menurut hukum
- dituntut atau diadili tana alasan yang bedasarkan Undang-undang

C. Pihak-pihak yang dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian
1. tersangka, keluarga atau kuasa hukum (Pasal 79 KUHAP)
2. ahli waris dari tersangka
3. pihak ketiga yang berkepentingan

D. Tata Cara Mengajukan Tuntutan Ganti Kerugian
Kewenangan memeriksa /mengadili dan memutus tuntutan ganti kerugian dapat dilakukan oleh hakim sidang praperadilan atau hakim pada sidang pengadilan negeri yang berwenang mengadili perkara pidana yang bersangkutan. Dalam memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud pasal 95 ayat (1) KUHAP, Ketua pengadilan negeri sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang pernah mengadili perkara pidana yang bersangkutan (pasal 95 ayat (4) KUHAP), namun pemeriksaanya masih menurut tata cara pemeriksaan dalam sidang praperadilan. Ketentuan ini kemudian banyak menimbulkan kebingungan dan dalam praktik hukum tidak jarang menimbulkan kekeliruan hukum.
Tuntutan ganti kerugian yang berkaitan dengan pemeriksaan perkara pidana yang penanganannya tidak dilanjutkan/dilimpahkan ke sidang pengadilan, karena dilakukan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, pemeriksaanya dilakukan oleh hakim praperadilan.
Jangka waktu untuk melakukan tuntutan ganti kerugian sahnya penghentian penyidikan atau akibat sahnya penghentian penuntutan diajukan kepada ketua pengadilan negeri dalam waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat pemberitahuan mengenai penetapan praperadilan (Pasal 7 ayat (2) PP No. 27 tahun 1983). Penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak melalui putusan praperadilan adalah sah jika tidak ada perlawanan dari pihak penyidik/penuntut umum atau pihak ketiga. Untuk hal ini jangka waktu melakukan ganti rugi adalah 3 (tiga) bulan semenjak diterimanya putusan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

E. Jumlah dan Tata Cara Pembayaran Ganti Kerugian
Menurut PP No. 27 Tahun 1983 BAB IV ditetapkan besarnya jumlah uang ganti kerugian bedasarkan alasan Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP adalah serendah-rendahnya Rp. 5000,- (lima ribu rupiah) atau setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Jika penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 mengakibatkan yang bersangkutan menderita sakit atau cacat sehinga tidak bisa melakukan pekerjaan atau mati, maka besarnya ganti kerugian sebesar-besarnya berjumlah Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah). Jika dilihat dari besarnya ganti rugi yang diberikan, dapat dilihat bahwa ganti rugi tersebut tidak dapat mewakili penghargaan terhadap hak asasi manusia.
Dalam mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan pada bagian penuntutan (petitum) pada umumnya para pemohon selalu mencantumkan besarnya jumlah uang ganti kerugian dan rehabilitasi. Maka atas dasar itu apabila permohonan praperadilan diterima/dikabulkan, maka dalam putusan/penetapan hakim praperadilan dicantumkan besarnya jumlah uang ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 82 ayat (3) huruf c dan ayat (4)KUHAP). Petikan penetapan mengenai pemberian uang ganti kerugian diberikan kepada pemohon dalam waktu 3 (tiga) hari setelah diucapkan oleh hakim praperadilan. Salinan penetapan tersebut kemudian diberikan kepada penuntut umum, penyidik dan Direktorat Jendral Anggaran dalam hal ini Kantor Perbendaharaan Negara (KPN) setempat.
II. Rehabilitasi

A. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang bedasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 23 KUHAP). Menurut pasal 68 jo 97 KUHAP, rehabilitasi merupakan hak tersangka atau terdakwa.

B. Pihak yang dapat mengajukan permohonan Rehabilitasi
Dalam Pasal 97 ayat (3) KUHAP, yang berhak mengajukan permintaan rehabilitasi hanya tersangka saja. Namun dalam Peraturan Pemerintah No.27/1983 Pasal 12 yang merupakan penjabaran dari Pasal 97 ayat (3) KUHAP menyebutkan bahwa yang berhak mengajukan permintaan rehabilitasi selain tersangka disebutkan juga keluarga atau kuasanya. Untuk pengajuan rehabilitasi karena tidak sahnya penangkapan dan atau tidak sahnya penahanan, dan atau karena terjadi kekeliruan mengenai orang (yang dijadikan tersangka) dan atau karena terjadi kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan.

C. Pemberian Rehabilitasi
Dalam ketentuan yang diatur dalam pasal 97 ayat (1) dan (2) KUHAP apabila seorang yang diadili oleh pengadilan diputus bebas (vijspraak) atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtvervolging) maka kepada ”harus” diberikan rehablitasi yang secara ”sekaligus” dicantumkan dalam putusan pengadilan (vonis/verdict). Dengan demikian pemberian rehabilitasi tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari putusan pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 197 KUHAP. Ketentuan ini adalah bersifat imperatif sehingga harus dilaksanakan. Ketentuan ini lebih dipertegas lagi dengan penjelasan umum KUHAP butir 3 huruf d mengenai penjabaran asas-asas yang telah diletakkan dalam UU kekuasaan kehakiman. Putusan atau penetapan rehabilitasi kemudian dimumukan oleh panitera dengan menempatkannya pada papan pengumuman pengadilan (Pasal 15 PP NO. 27/1983).

Tidak ada komentar: